-->

Manifestasi Klinis HNP lumbosakral Pada Manusia

 Manifestasi klinis HNP lumbosakral- Hernia Nucleus Pulposus adalah suatu keadaan dimana terjadi pengeluaran isi nucleus dari dalam discus intervertebralis (rupture discus) sehingga nucleus dari diskus menonjol ke dalam cincin annulus (cincin fibrosa sekitar discus) dan memberikan manifestasi kompresi saraf (Helmi, 2014). Nah maka dari itu artikel ini telah menuliskan bahasan manifestasi klinis HNP lumbosakral pada manusia. Untuk bisa mengetahui dengan lebih lanjut silahkan di simak dengan sebagai berikut ini.


Manifestasi Klinis HNP lumbosakral Pada Manusia HNP lumbosakral dapat bermanifestasi sebagai suatu sindrom yang terdiri dari kumpulan gejala, seperti: (1) Nyeri punggung bawah yang dapat meluas ke area gluteal, paha bagian posterior, area cruris sampai ke area pedis, (2) Kekakuan akibat refleks spasme dari otot-otot paravertebra yang dapat mencegah pasien berdiri tegak dengan sempurna, serta (3) Timbulnya gejala berupa parestesia, kelemahan otot-otot sekitar punggung dan kaki, atau kelemahan dari refleks tendo Achilles (Nasikhatussoraya, 2016).  Apabila stres vertikal yang kuat mengenai kolumna vertebra maka nukleus pulposus dapat menonjol ke luar melalui anulus fibrosus. Peregangan dari anulus fibrosus menyebabkan nyeri yang sangat sebagai nyeri punggung bawah yang terlokalisir. Sementara itu, karena peregangan yang sangat kuat, maka anulus fibrosus dapat ruptur atau pecah sehingga material diskus akan ekstrusi sehingga menekan radiks saraf dan menimbulkan nyeri yang dirasakan sebagai nyeri radikular, yaitu sciatica. Sciatica disebut juga sebagai ischialgia merupakan nyeri pinggang yang menjalar ke bawah pada aspek posterior pada tungkai bawah. Sciatica juga dapat diartikan sebagai nyeri pada distribusi dari saraf iskhiadikus. Sciatica sering disertai dengan rasa tebal (numbness) serta kesemutan (tingling) (Nasikhatussoraya, 2016).  Mekanisme nyeri pada HNP lumbosakral sangat kompleks dan belum sepenuhnya diketahui. Hipotesis yang banyak dipaparkan oleh para ahli adalah interaksi antara faktor kompresi mekanis, inflamasi, serta respon imun (Nasikhatussoraya, 2016).  Faktor kompresi mekanis Nyeri neuropati pada HNP lumbosakral dianggap hanya disebabkan oleh faktor kompresi mekanis oleh diskus intervertebralis yang menekan saraf iskhiadikus. Namun, akhir-akhir ini banyak penelitian membuktikan bahwa kompresi mekanis lebih berperan pada terjadinya defisit neurologis daripada nyeri. Faktor inflamasi serta respon imun lebih berperan penting dalam proses terjadinya nyeri. Penekanan radiks saraf iskhiadikus diasumsikan menyebabkan nyeri neuropati sehingga diharapkan nyeri akan menghilang apabila penekanan tersebut dihilangkan. Faktor inflamasi Hasil pemeriksaan histologi pada akar saraf posterior saat dilakukan laminektomi menunjukkan adanya proses inflamasi yang mendukung teori bahwa inflamasi lebih berperan sebagai sumber nyeri radiks saraf daripada faktor kompresi mekanis. Nukleus pulposus adalah mediator inflamasi utama yang poten dan berperan pada stadium awal pada HNP lumbosakral. Pada model binatang coba, nukleus pulposus menyebabkan reaksi inflamasi pada radiks saraf yang ditunjukkan dengan demielinisasi, penurunan aliran darah ke ganglia dorsalis, peningkatan tekanan endoneural, serta penurunan kecepatan hantar saraf. Pada proses inflamasi, banyak mediator inflamasi yang berperan diantaranya: Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α), Prostaglandin, Interleukin-6 (IL-6), Interleukin-1β (IL-1β), Phospholipase A2 (PLA2), serta Nitric Oxide (NO), dimana TNF-α memiliki peran yang sangat penting dalam terjadinya nyeri neuropati. Faktor sistem imun Nukleus pulposus mensekresikan substansi yang dapat menginduksi reaksi autoimun pada herniasi diskus, terutama diskus yang mengalami ekstrusi. Reaksi inflamasi dalam keadaan normal merangsang terjadinya respon imun, tetapi pada pasien HNP terjadi respon imun yang abnormal dimana terbentuk antibodi terhadap jaringan saraf normal, hal tersebut berhubungan dengan skiatika kronis. Glycosphingolipid (GSL) terdapat pada berbagai sel di dalam sistem saraf tepi serta saraf pusat. Mekanisme nyeri dimulai dari stimulasi pada nosiseptor oleh stimulus noksious di jaringan. Nosiseptor merupakan serabut saraf aferen primer dengan terminal perifer (reseptor) yang mempunyai respons berbeda terhadap rangsang noksious yang berupa faktor kompresi mekanik, mediator inflamasi, atau respon sistem imun. Rangsangan noksious tersebut kemudian dirubah menjadi potensial aksi. Tahap awal dari mekanisme nyeri ini dinamakan sebagai tranduksi atau aktivasi reseptor. Tahap kedua disebut sebagai transmisi, merupakan konduksi impuls dari neuron aferen primer ke kornu dorsalis dari medula spinalis. Pada kornu dorsalis tersebut, neuron aferen primer akan bersinaps dengan neuron susunan saraf pusat. Pada tahap ini jaringan neuron tersebut akan naik ke atas di medula spinalis menuju batang otak dan thalamus. Tahap ketiga adalah modulasi yaitu aktivitas saraf yang bertujuan untuk mengontrol adanya transmisi nyeri. Modulasi berkaitan dengan suatu jaras tertentu di sistem saraf pusat yang secara selektif menghambat transmisi nyeri di medula spinalis. Proses terakhir adalah persepsi, dimana pesan nyeri ditransmisikan menuju ke otak dan menghasilkan suatu interpretasu sebagai pengalaman yang tidak menyenangkan (Nasikhatussoraya, 2016).   Pada kasus nyeri punggung bawah ketakutan dalam bergerak atau yang dikenal sebagai fear avoidance digunakan untuk menjelaskan ketakutan untuk bergerak atau merasakan nyeri sebagai akibat dari melakukan suatu aktivitas. Teori fear avoidance belief dikembangkan oleh Vlaeyen dan Linton. Ketakutan dalam bergerak ini menyebabkan seseorang akan membatasi pergerakannya. Ketakutan dalam bergerak ini menjadi determinan utama untuk disabilitas pada pasien dengan nyeri punggung bawah.  Pada saat stimulus nyeri yang dibawa oleh serabut saraf aferen memasuki kornu dorsalis medula spinalis, terdapat beberapa serabut yang berproyeksi ke alfa motorneuron segmen yang sama sehingga otot-otot punggung mengalami hiperaktivitas dalam bentuk spasme otot, sebagai akibat dari adanya nyeri. Pada otot yang spasme akan dilepaskan zat kimia yang kembali menyebabkan rasa nyeri bila konsentrasi zat tersebut cukup tinggi. Hal ini disebut sebagai painspasm-pain model. Spasme otot itu sendiri dianggap suatu refleks protektif terhadap daerah lesi untuk menghindari terjadinya cedera tambahan lebih lanjut. Otot yang mengalami spasme akan mengalami gangguan pada fungsi normalnya dalam hal kontraksi dan relaksasi yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kemampuan gerakan anggota tubuh. Hal ini mengakibatkan keterbatasan gerak pada daerah otot yang mengalami spasme, mempengaruhi Range of Motion (ROM) dari anggota tubuh yang terlibat (Nasikhatussoraya, 2016).    Nah itu dia bahasan dari manifestasi klinis HNP lumbosakral pada manusia, melalui bahasan di atas bisa diketahui mengenai manifestasi klinis HNP lumbosakral pada manusia. Mungkin hanya itu yang bisa disampaikan di dalam artikel ini, mohon maaf bila terjadi kesalahan di dalam penulisan, dan terimakasih telah membaca artikel ini."God Bless and Protect Us"
Manifestasi Klinis HNP lumbosakral


Manifestasi Klinis HNP lumbosakral Pada Manusia

HNP lumbosakral dapat bermanifestasi sebagai suatu sindrom yang terdiri dari kumpulan gejala, seperti: (1) Nyeri punggung bawah yang dapat meluas ke area gluteal, paha bagian posterior, area cruris sampai ke area pedis, (2) Kekakuan akibat refleks spasme dari otot-otot paravertebra yang dapat mencegah pasien berdiri tegak dengan sempurna, serta (3) Timbulnya gejala berupa parestesia, kelemahan otot-otot sekitar punggung dan kaki, atau kelemahan dari refleks tendo Achilles (Nasikhatussoraya, 2016).

Apabila stres vertikal yang kuat mengenai kolumna vertebra maka nukleus pulposus dapat menonjol ke luar melalui anulus fibrosus. Peregangan dari anulus fibrosus menyebabkan nyeri yang sangat sebagai nyeri punggung bawah yang terlokalisir. Sementara itu, karena peregangan yang sangat kuat, maka anulus fibrosus dapat ruptur atau pecah sehingga material diskus akan ekstrusi sehingga menekan radiks saraf dan menimbulkan nyeri yang dirasakan sebagai nyeri radikular, yaitu sciatica. Sciatica disebut juga sebagai ischialgia merupakan nyeri pinggang yang menjalar ke bawah pada aspek posterior pada tungkai bawah. Sciatica juga dapat diartikan sebagai nyeri pada distribusi dari saraf iskhiadikus. Sciatica sering disertai dengan rasa tebal (numbness) serta kesemutan (tingling) (Nasikhatussoraya, 2016).

Mekanisme nyeri pada HNP lumbosakral sangat kompleks dan belum sepenuhnya diketahui. Hipotesis yang banyak dipaparkan oleh para ahli adalah interaksi antara faktor kompresi mekanis, inflamasi, serta respon imun (Nasikhatussoraya, 2016).

  • Faktor kompresi mekanis Nyeri neuropati pada HNP lumbosakral dianggap hanya disebabkan oleh faktor kompresi mekanis oleh diskus intervertebralis yang menekan saraf iskhiadikus. Namun, akhir-akhir ini banyak penelitian membuktikan bahwa kompresi mekanis lebih berperan pada terjadinya defisit neurologis daripada nyeri. Faktor inflamasi serta respon imun lebih berperan penting dalam proses terjadinya nyeri. Penekanan radiks saraf iskhiadikus diasumsikan menyebabkan nyeri neuropati sehingga diharapkan nyeri akan menghilang apabila penekanan tersebut dihilangkan.
  • Faktor inflamasi Hasil pemeriksaan histologi pada akar saraf posterior saat dilakukan laminektomi menunjukkan adanya proses inflamasi yang mendukung teori bahwa inflamasi lebih berperan sebagai sumber nyeri radiks saraf daripada faktor kompresi mekanis. Nukleus pulposus adalah mediator inflamasi utama yang poten dan berperan pada stadium awal pada HNP lumbosakral. Pada model binatang coba, nukleus pulposus menyebabkan reaksi inflamasi pada radiks saraf yang ditunjukkan dengan demielinisasi, penurunan aliran darah ke ganglia dorsalis, peningkatan tekanan endoneural, serta penurunan kecepatan hantar saraf. Pada proses inflamasi, banyak mediator inflamasi yang berperan diantaranya: Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α), Prostaglandin, Interleukin-6 (IL-6), Interleukin-1β (IL-1β), Phospholipase A2 (PLA2), serta Nitric Oxide (NO), dimana TNF-α memiliki peran yang sangat penting dalam terjadinya nyeri neuropati.
  • Faktor sistem imun Nukleus pulposus mensekresikan substansi yang dapat menginduksi reaksi autoimun pada herniasi diskus, terutama diskus yang mengalami ekstrusi. Reaksi inflamasi dalam keadaan normal merangsang terjadinya respon imun, tetapi pada pasien HNP terjadi respon imun yang abnormal dimana terbentuk antibodi terhadap jaringan saraf normal, hal tersebut berhubungan dengan skiatika kronis. Glycosphingolipid (GSL) terdapat pada berbagai sel di dalam sistem saraf tepi serta saraf pusat.

Mekanisme nyeri dimulai dari stimulasi pada nosiseptor oleh stimulus noksious di jaringan. Nosiseptor merupakan serabut saraf aferen primer dengan terminal perifer (reseptor) yang mempunyai respons berbeda terhadap rangsang noksious yang berupa faktor kompresi mekanik, mediator inflamasi, atau respon sistem imun. Rangsangan noksious tersebut kemudian dirubah menjadi potensial aksi. Tahap awal dari mekanisme nyeri ini dinamakan sebagai tranduksi atau aktivasi reseptor. Tahap kedua disebut sebagai transmisi, merupakan konduksi impuls dari neuron aferen primer ke kornu dorsalis dari medula spinalis. Pada kornu dorsalis tersebut, neuron aferen primer akan bersinaps dengan neuron susunan saraf pusat. Pada tahap ini jaringan neuron tersebut akan naik ke atas di medula spinalis menuju batang otak dan thalamus. Tahap ketiga adalah modulasi yaitu aktivitas saraf yang bertujuan untuk mengontrol adanya transmisi nyeri. Modulasi berkaitan dengan suatu jaras tertentu di sistem saraf pusat yang secara selektif menghambat transmisi nyeri di medula spinalis. Proses terakhir adalah persepsi, dimana pesan nyeri ditransmisikan menuju ke otak dan menghasilkan suatu interpretasu sebagai pengalaman yang tidak menyenangkan (Nasikhatussoraya, 2016). 

Pada kasus nyeri punggung bawah ketakutan dalam bergerak atau yang dikenal sebagai fear avoidance digunakan untuk menjelaskan ketakutan untuk bergerak atau merasakan nyeri sebagai akibat dari melakukan suatu aktivitas. Teori fear avoidance belief dikembangkan oleh Vlaeyen dan Linton. Ketakutan dalam bergerak ini menyebabkan seseorang akan membatasi pergerakannya. Ketakutan dalam bergerak ini menjadi determinan utama untuk disabilitas pada pasien dengan nyeri punggung bawah.

Pada saat stimulus nyeri yang dibawa oleh serabut saraf aferen memasuki kornu dorsalis medula spinalis, terdapat beberapa serabut yang berproyeksi ke alfa motorneuron segmen yang sama sehingga otot-otot punggung mengalami hiperaktivitas dalam bentuk spasme otot, sebagai akibat dari adanya nyeri. Pada otot yang spasme akan dilepaskan zat kimia yang kembali menyebabkan rasa nyeri bila konsentrasi zat tersebut cukup tinggi. Hal ini disebut sebagai painspasm-pain model. Spasme otot itu sendiri dianggap suatu refleks protektif terhadap daerah lesi untuk menghindari terjadinya cedera tambahan lebih lanjut. Otot yang mengalami spasme akan mengalami gangguan pada fungsi normalnya dalam hal kontraksi dan relaksasi yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kemampuan gerakan anggota tubuh. Hal ini mengakibatkan keterbatasan gerak pada daerah otot yang mengalami spasme, mempengaruhi Range of Motion (ROM) dari anggota tubuh yang terlibat (Nasikhatussoraya, 2016).


Nah itu dia bahasan dari manifestasi klinis HNP lumbosakral pada manusia, melalui bahasan di atas bisa diketahui mengenai manifestasi klinis HNP lumbosakral pada manusia. Mungkin hanya itu yang bisa disampaikan di dalam artikel ini, mohon maaf bila terjadi kesalahan di dalam penulisan, dan terimakasih telah membaca artikel ini."God Bless and Protect Us"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel