-->

Patofisiologi Tinea Pedis Pada Manusia

 Patofisiolofi Tinea Pedis- Tinea pedis atau yang disebut juga athlete’s foot adalah salah satu infeksi jamur superfisial pada kulit kaki yang sering terjadi pada kasus dermatofitosis umumnya saat ini (William et al., 2016). Nah maka dari itu artikel ini telah menuliskan bahasan patofisiolofi tinea pedis pada manusia. Untuk bisa mengetahui dengan lebih lanjut silahkan di simak dengan sebagai berikut ini.


Patofisiologi Tinea Pedis Pada Manusia Dermatofitosis disebabkan oleh jamur dermatofita dari famili arthrodermataceae. Famili ini terdiri lebih dari 40 spesies yang dibagi dalam tiga genus: Epidermophyton, Microsporum, dan Trichophyton (William, et al., 2016).  Dari 41 spesies yang telah dikenal, 17 spesies diisolasi dari infeksi jamur pada manusia, 5 spesies Microsporum menginfeksi kulit dan rambut, 11 spesies Trichophyton menginfeksi kulit, rambut dan kuku, 1 spesies Epidermophyton menginfeksi hanya pada kulit dan jarang pada kuku (Andrew, 2013).  Sedangkan tinea pedis disebabkan tersering oleh Trichophyton rubrum atau Trichophyton mentagrophytes, Epidermophyton floccosum dan Microsporum namun sangat jarang sekali (Andrew, 2013).  Untuk dapat menimbulkan suatu penyakit, jamur dermatofita harus dapat mengatasi pertahanan tubuh non spesifik dan spesifik. Jamur dermatofita harus mempunyai kemampuan melekat pada kulit dan mukosa pejamu, serta kemampuan untuk menembus jaringan pejamu, dan mampu bertahan dalam lingkungan pejamu, menyesuaikan diri dengan suhu dan keadaan biokimia pejamu untuk dapat berkembang biak dan menimbulkan reaksi radang (Nalu, et al., 2014).  Terjadinya infeksi dermatofit melalui tiga langkah utama, yaitu: perlekatan pada keratinosit, penetrasi melewati dan di antara sel, serta pembentukan respon pejamu (Nalu, et al., 2014).  Perlekatan artrokonidia pada jaringan keratin tercapai maksimal setelah 6 jam, dimediasi oleh serabut dinding terluar dermatofit yang memproduksi keratinase (keratolitik) yang dapat menghidrolisis keratin dan memfasilitasi pertumbuhan jamur ini di stratum korneum. Dermatofit juga melakukan aktivitas proteolitik dan lipolitik dengan mengeluarkan serine proteinase (urokinase dan aktivator plasminogen jaringan) yang menyebabkan katabolisme protein ekstrasel dalam menginvasi pejamu. Proses ini dipengaruhi oleh kedekatan dinding dari kedua sel, dan pengaruh sebum antara artrospor dan korneosit yang dipermudah oleh adanya proses trauma atau adanya lesi pada kulit. Tidak semua dermatofit melekat pada korneosit karena tergantung pada jenis strainnya (Nalu, et al., 2014).  Spora harus tumbuh dan menembus masuk stratum korneum. Proses penetrasi menghasilkan sekresi proteinase, lipase, dan enzim musinolitik, yang menjadi nutrisi bagi jamur. Diperlukan waktu 4–6 jam untuk germinasi dan penetrasi ke stratum korneum setelah spora melekat pada keratin. Kemampuan spesies dermatofit menginvasi stratum korneum bervariasi dan dipengaruhi oleh daya tahan pejamu yang dapat membatasi kemampuan dermatofit dalam melakukan penetrasi pada stratum korneum (Nalu, et al., 2014).  Respon imun penjamu terdiri dari dua mekanisme, yaitu imunitas alami yang memberikan respons cepat dan imunitas adaptif yang memberikan respons lambat. Pada kondisi individu dengan sistem imun yang lemah (immunocompromized), cenderung mengalami dermatofitosis yang berat atau menetap. Pemakaian kemoterapi, obat-obatan transplantasi dan steroid dapat meningkatkan kemungkinan terinfeksi oleh dermatofit non patogenik (Nalu, et al., 2014).    Nah itu dia bahasan dari patofisiologi tinea pedis pada manusia, melalui bahasan di atas bisa diketahui mengenai patofisiologi tinea pedis pada manusia. Mungkin hanya itu yang bisa disampaikan di dalam artikel ini, mohon maaf bila terjadi kesalahan di dalam penulisan, dan terimakasih telah membaca artikel ini."God Bless and Protect Us"
Patofisiologi Tinea Pedis


Patofisiologi Tinea Pedis Pada Manusia

Dermatofitosis disebabkan oleh jamur dermatofita dari famili arthrodermataceae. Famili ini terdiri lebih dari 40 spesies yang dibagi dalam tiga genus: Epidermophyton, Microsporum, dan Trichophyton (William, et al., 2016).

Dari 41 spesies yang telah dikenal, 17 spesies diisolasi dari infeksi jamur pada manusia, 5 spesies Microsporum menginfeksi kulit dan rambut, 11 spesies Trichophyton menginfeksi kulit, rambut dan kuku, 1 spesies Epidermophyton menginfeksi hanya pada kulit dan jarang pada kuku (Andrew, 2013).

Sedangkan tinea pedis disebabkan tersering oleh Trichophyton rubrum atau Trichophyton mentagrophytes, Epidermophyton floccosum dan Microsporum namun sangat jarang sekali (Andrew, 2013).

Untuk dapat menimbulkan suatu penyakit, jamur dermatofita harus dapat mengatasi pertahanan tubuh non spesifik dan spesifik. Jamur dermatofita harus mempunyai kemampuan melekat pada kulit dan mukosa pejamu, serta kemampuan untuk menembus jaringan pejamu, dan mampu bertahan dalam lingkungan pejamu, menyesuaikan diri dengan suhu dan keadaan biokimia pejamu untuk dapat berkembang biak dan menimbulkan reaksi radang (Nalu, et al., 2014).

Terjadinya infeksi dermatofit melalui tiga langkah utama, yaitu: perlekatan pada keratinosit, penetrasi melewati dan di antara sel, serta pembentukan respon pejamu (Nalu, et al., 2014).

Perlekatan artrokonidia pada jaringan keratin tercapai maksimal setelah 6 jam, dimediasi oleh serabut dinding terluar dermatofit yang memproduksi keratinase (keratolitik) yang dapat menghidrolisis keratin dan memfasilitasi pertumbuhan jamur ini di stratum korneum. Dermatofit juga melakukan aktivitas proteolitik dan lipolitik dengan mengeluarkan serine proteinase (urokinase dan aktivator plasminogen jaringan) yang menyebabkan katabolisme protein ekstrasel dalam menginvasi pejamu. Proses ini dipengaruhi oleh kedekatan dinding dari kedua sel, dan pengaruh sebum antara artrospor dan korneosit yang dipermudah oleh adanya proses trauma atau adanya lesi pada kulit. Tidak semua dermatofit melekat pada korneosit karena tergantung pada jenis strainnya (Nalu, et al., 2014).

Spora harus tumbuh dan menembus masuk stratum korneum. Proses penetrasi menghasilkan sekresi proteinase, lipase, dan enzim musinolitik, yang menjadi nutrisi bagi jamur. Diperlukan waktu 4–6 jam untuk germinasi dan penetrasi ke stratum korneum setelah spora melekat pada keratin. Kemampuan spesies dermatofit menginvasi stratum korneum bervariasi dan dipengaruhi oleh daya tahan pejamu yang dapat membatasi kemampuan dermatofit dalam melakukan penetrasi pada stratum korneum (Nalu, et al., 2014).

Respon imun penjamu terdiri dari dua mekanisme, yaitu imunitas alami yang memberikan respons cepat dan imunitas adaptif yang memberikan respons lambat. Pada kondisi individu dengan sistem imun yang lemah (immunocompromized), cenderung mengalami dermatofitosis yang berat atau menetap. Pemakaian kemoterapi, obat-obatan transplantasi dan steroid dapat meningkatkan kemungkinan terinfeksi oleh dermatofit non patogenik (Nalu, et al., 2014).


Nah itu dia bahasan dari patofisiologi tinea pedis pada manusia, melalui bahasan di atas bisa diketahui mengenai patofisiologi tinea pedis pada manusia. Mungkin hanya itu yang bisa disampaikan di dalam artikel ini, mohon maaf bila terjadi kesalahan di dalam penulisan, dan terimakasih telah membaca artikel ini."God Bless and Protect Us"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel