-->

Patologi Down Syndrome : Etiologi, Patofisiologi, Penyakit Penyerta, Penegakan Diagnosa, Diagnosa Banding, Prognosi Down Syndrome

Down Syndrome- merupakan sebuah gangguan kromosom pada janin yamg terjadi didalam kadungan ibu pada saat proses pembuahan. Down syndrome (ds) membuat suatu kondisi keterbelakangan fisik dan mental pada anak yang disebabkan oleh kelainan kromosom tersebut. Namun sebelum lanjut membaca. artikel ini akan membahas mengenai patologi down syndrome : pengertian, etiologi, patofisiologi, penyakit penyerta, penegakan diagnosa, diagnosa banding, dan prognosi down syndrome, untuk mengetahui lebih lanjut silahkan simak bahasan di bawah ini.


Patologi Down Syndrome

1. Pengertian Down Syndrome

Down Syndrome ( DS ) adalah suatu kondisi keterbelakangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan (Judarwanto, 2012).

2. Etiologi Down Syndrome

Berbagai teori dan pendapat yang dikemukakan oleh para ahli genetika sejak dikenalnya istilah DS, pada saat ini menurut para ahli terdapat beberapa faktor utama yang mempengaruhi terjadinya DS antara lain kromosom dan usia ibu saat hamil.
  • Kromosom
    Menurut The Canadian Down Syndrome Society pada tahun 2009 terdapat 3 jenis pola kromosom yang mengakibatkan DS, yaitu trisomi 21, translokasi, dan mosaik. Sebanyak 95% dari orang-orang dengan DS diakibatkan karena adanya trisomi 21, sedangkan 3% DS terjadi akibat pola translokasi, dan sebanyak 2% DS yang terjadi akibat adanya mosaikisme. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembentukkan kromosom menjadi salah satu faktor utama penyebab terjadinya DS.
  • Usia Ibu
    Pada usia 20 tahun, ibu mempunyai sekitar 1 dari 2.000 kemungkinan untuk melahirkan anak dengan DS, menjelang usia 49 tahun, ibu memiliki 1 dari 12 kemungkinan untuk melahirkan anak DS. Meskipun wanita berusia 35 tahun mempunyai kemungkinan 8% dari semua kelahiran, wanita ini melahirkan 20% dari semua anak dengan DS (Djuantoro, 2014).

    Data tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara usia kehamilan ibu dan anak yang lahir dengan kondisi DS. Wanita dengan advanced maternal age (usia lebih dari 35 tahun) yang tidak menjalani pemeriksaan antenatal secara teratur memiliki risiko komplikasi kehamilan yang tinggi (Toy, 2011).

3. Patofisiologi Down Syndrome

Menurut data Canadian Down Syndrome Society pada tahun 2009, terdapat 3 jenis gangguan kromosom pada DS antara lain:
  • Trisomi 21
    Sebanyak 95% kasus DS terjadi karena adanya kromosom ekstra pada kromosom ke-21 yang berarti terdapat kromosom tambahan disetiap sel tubuh yang diatur oleh kromosom ke-21. Pada umumnya terdapat total 46 kromosom,namun pada DS terdapat eksta kromosom pada kromosom ke-21 sehingga total jumlah kromosom pada DS menjadi 47.
  • Translokasi
    Terdapat 3% kasus down syndrome yang terjadi karena adanya pola translokasi. Translokasi terjadi akibat adanya sebagian kromosom lain yang tersangkut pada kromosom 21. Hal tersebut terjadi ketika bagian atas kromosom 21 hilang atau tergantikan oleh kromosom yang ada disekitarnya (kromosom yang memiliki ujung yang mirip dengan bagian kromosom ke-21 yang hilang yang secara genetik tidak aktif) dan keduanya saling melekat.
  • Mosaik
    Pada keadaan ini, terdapat sebagian sel yang mengandung ekstra kromosom sedangkan sel lain normal pada satu orang yang mengalami DS. Pada kasus mosaikisme, individu memiliki ciri fisik dan mental yang kurang menonjol dan secara keseluruhan berkembang kearah normal. Namun mosaik adalah jenis yang paling langka yaitu hanya sekitar 2% dari total kasus DS (Soetjiningsih, 2014).

4. Penyakit Penyerta Down Syndrome

Wiyani pada tahun 2014 menyebutkan bahwa pada umumnya DS muncul dengan kondisi gangguan lain yang menyertainya seperti gangguan jantung dan pencernaan (usus). Toy pada tahun 2011 menyebutkan bahwa hampir 50% kasus DS diikuti dengan defek jantung, paling sering adalah endocardial cushion defect (60%), defek septum ventrikel (VSD, 3,2%), dan tetralogi Fallot (6%).

Toy menambahkan bahwa 12% bayi DS mengalami atresia intestinal (umumnya duodenum). Pada kondisi atresia duodeum anak akan memiliki kesulitan makan, dengan muntah persisten setelah pemberian makan.

5. Penegekan Diagnosa Down Syndrome

Diagnosa DS dapat ditegakkaan sejak bayi dalam masa kehamilan dengan amniocentesis kemudian dilanjutkan test kromosom (karyotyping) dengan bantuan alat microschope. Pemeriksaan antenatal seharusnya meliputi serum triple screen yang dilakukan pada usia gestasi 15 dan 20, yang dapat menunjukkan adanya pola DS (Toy, 2011).

6. Diagnosa Banding Down Syndrome

Selain DS juga terdapat beberapa kondisi dimana terjadi gangguan pada proses pembentukan kromosom menjadi 3 pasang (trisomi) yaitu Patau Syndrome dan Edwards Syndrome. Trisomi 13 (Patau Syndrome) dan trisomi 18 (Edwards Syndrome) adalah kasus autosomal yang paling sering terjadi setelah trisomi 21 (Down Syndrome). Trisomi 13 dan 18 memiliki gangguan kongenital seperti keterlambatan kemampuan psikomotorik, mental retardasi, dan angka harapan hidup yang rendah (Fogu et al., 2008).

7. Prognosis Down Syndrome

Kondisi DS dapat memburuk apabila diikuti dengan gangguan lain seperti adanya gagal jantung kongestif dini dan kelainan vaskular, hipotiroid (prevalensi 40% DS), leukimia (DS berisiko 15x lebih besar) autisme, diabetes, dan alzehimer dissease (Gunardi, 2011).


Nah itu dia bahasan dari patologi down syndrome : pengertian, etiologi, patofisiologi, penyakit penyerta, penegakan diagnosa, diagnosa banding, dan prognosi down syndrome, dari bahasan diatas bisa diketahui mengenai penjelasan pengertian, etiologi, patofisiologi, penyakit penyerta, penegakan diagnosa, diagnosa banding, dan prognosis pada down syndrome. Mungkin hanya itu yang bisa disampaikan dalam artikel ini, mohon maaf bila terjadi kesalahan dalam penulisan, terimakasih telah membaca artikel ini."God Bless and Protect Us"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel